Bismillaah……..
[25-02-2012] 😦 they’re gonna hv married on 2nd of march, but the ikhwan unexpectedly got an accident dis morning. qoddarulloha wa maa syaa a fa’ala
[27-02-2012] mereka akan menikah jum’at besok ^^ [2 Maret 2012] padahal ikhwannya sedang patah tulang dilengan. maa syaa Alloh.. Biar nanti dirawat sama istri ^^ Semoga dimudahkan.
Perjuangan atas kesabaran, kisah dua orang yang sederhana, teramat sederhana; yang kutahu dan kukenal.
Ingin kutulis cerita tentang kalian.. ^^
[02-03-2012]
Tanpa sadar airmataku menetes ditengah senyum bahagia,
saat diperjalanan pulang dari taman-taman surga.
Seperti biasa, tiap ahad aku mengajaknya pergi ke kota,
mendatangi tempat-tempat ulama’ untuk diambil ilmunya.
Ahad ini,
ada berita yang membuat lidah tak mampu berkata.
Dia tak tahu aku sedang menangisinya,
aku memboncengnya, memunggunginya,
aku biarkan ia berkisah tentang jalan hidupnya.
Dia pun tak tahu kalau saat itu,
aku sedang mengumpulkan doa keberkahan untuknya,
atas sebuah nikmat yang begitu besar, yang Alloh sisipkan ditengah kesabaran dan penantian yang lama..
Saudaraku,
mungkin selama ini kita banyak mendengar tentang kisah dua sejoli, si kaya dan miskin papa, yang disatukan dengan perjuangan yang mengharukan dan menggugah jiwa; tidak mengherankan jika setiap yang membaca dibuat takjub dan merinding atau bahkan menangis tersedu-sedu saking sedihnya.
Kisahku bukan diantaranya. Ia menyuguhkan ketegaran diantara kesempitan, harapan ditengah ketidakmungkinan. Perjuangan untuk melawan takdir dengan takdir yang lebih indah…
Mereka adalah dua insan yang begitu hikmadnya pada Sang Pencipta, yang tak mengetahui kecuali hanya tentang kelapangan dan kesabaran terhadap takdirnya. Keduanya adalah potret dua manusia yang disatukan Alloh dalam kekurangannya akan dunia. Semoga Alloh ta’ala selalu melapangkan kesempitannya dan mencukupkan diri atas takdirNya.
Saat itu,
aku sengaja mengajaknya pergi ke rumah seorang umahat. Aku sudah berjanji untuk ziarah pada hari itu; selain untuk mempererat persaudaraan, -dalam hatiku- aku memang berharap umahat ini membantuku untuk mencarikan pendamping hidup bagi temanku itu.
Dalam pandanganku, ia sudah cukup dewasa dan teramat pantas untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Namun, ada hal-hal yang kupertimbangkan sehingga aku berani mengajaknya kerumah seseorang yang kukenal sering menjadi wasilah itu.
Temanku itu..
kukenal sebagai seorang wanita yang sederhana, apa adanya, tidak menuntut lebih dari dunia, termasuk siapa yang akan mendampinginya, kecuali karena agamanya.
Suatu kali, aku pun pernah mendapati umahat ini berkisah tentang seorang laki-laki yang juga sederhana, apa adanya, dan tidak menuntut lebih pada siapa dan bagaimana orang yang akan mendampinginya, kecuali karena agamanya.
Duhai, bukankah ini sebuah keserasian?
Termasuk menjadi beban bagiku karena dulu telah mencarikannya seorang pendamping, namun laki-laki tersebut menghilang, tanpa ada kabar yang pasti; mengombang-ambingkan temanku dalam ketidakpastian.. Sungguh tak layak diri ini menyakiti perasaan wanita selembut dia, sesabar dia… bukan hal yang mudah bagi seorang perantara; jika suatu saat Alloh menakdirkan untuk berpisah, maka ia terpanggil untuk mencarikan obat bagi hatinya yang tengah dirundung kesedihan…
Singkat cerita, umahat ini faham apa yang kumaksudkan, dan benarlah beberapa hari setelahnya, ia menghubungiku. Menanyakan perihal saudariku itu. Alhamdulillaah.
Aku mendampingi wanita itu dengan menjelaskan beberapa pertanyaan rahasia dari wasilah tersebut. Kukatakan rahasia karena temanku tidak tahu ia sedang diselidiki dan aku yang diinterogasi. Ya, memang hanya aku yang tahu tentangnya. Kupaparkan siapa dia di mataku, selama beberapa bulan aku bertemu dan berbagi kisah hidup.
Setelah dirasa tugasku selesai untuk menghubungkan, maka seperti biasa pula, aku pamit dan menyerahkan kelanjutannya pada mereka berdua.
Waktu itu, kira-kira Oktober-November 2011..
Yang aku tahu, tak lama setelah penyerahan tugas itu; ada kabar kalau ikhwan tsb berniat untuk nadzor (melihat). walhamdulillaah. Aku melihat kemudahan telah Alloh anugerahkan pada proses mereka.
Suatu kali, tak lama setelah nadzornya, aku meminta temanku berkisah.
Aku memilih teras masjid kampus yang sejuk dan tenang untuk menyimak, mendengar dan memperhatikan detil fragmennya. Sebagaimana yang kutahu dari wasilah, ikhwan ini adalah seorang yang –subhaanalloh- baik diennya. Dia adalah seorang penghafal al-qur’an, dan pernah menyandang juara dalam lomba pidato dalam bahasa arab di kampusnya. Itulah kenapa, aku teramat takjub mendengar bahwa disaat nadzornya, dia tidak berkeinginan untuk berbincang-bincang dengan akhwatnya. Dia hanya ingin melihat saja. titik.
Maa syaa Alloh, tidakkah penjagaan ini hanya bisa dipegang oleh orang-orang mukmin yang begitu menjaga makna pergaulan dengan non mahrom?
Begitulah, sesuai dengan kisahnya, akhwat tersebut berkata padaku dengan malu-malu bahwa ia cukup keluar sekali, hanya untuk menyuguhkan minuman dan ke belakang lagi.
Saat kugoda bagaimana pandangan pertamanya, apakah seperti perkataan ibnu Al-Jauzi rohimahulloh: jika detak jantungmu berdetak kencang dan ia terus ada di pelupuk mata, maka ketahuilah itu yang dinamakan cinta. .. Dia hanya tersenyum dan menjawab, “aku sama sekali tak melihatnya, aku malu untuk sekedar memandangnya.. Aku melihatnya sekilas saat ia pulang, aku mengintip di jendela kamar saat ia hendak pulang di halaman. Itupun samar..”
Maa syaa Alloh.. aku hanya tersenyum mendengarnya.
Benar, bagi seorang wanita yang jarang bertemu bahkan berbincang dengan laki-laki non mahrom, momen seperti ini amatlah berat baginya. Berat karena ia harus berada dekat sekali dengan laki-laki –meski 1-2 meter-dan menyadari bahwa laki-laki asing tersebut tengah memperhatikannya. Malu; sungguh malu..
[bersambung]
ditulis oleh Ummu ‘Abdillah Safannah